Senin, 23 Maret 2015

WASPADA BAHAYA BANJIR

BAHAYA BANJIR

Cegah bahaya banjir sebelum bahaya itu datang, kita tentu tidak lupa dengan kejadian 7 tahun lalu.Banjir Pasuruan Telan Korban Jiwa

TEMPO Interaktif, Pasuruan:Banjir bandang yang menerjang Kota dan Kabupaten Pasuruan, Rabu (30/1) malam, menyebabkan satu warga tewas karena tersengat aliran listrik, ribuan rumah terendam air, sejumlah bangunan rumah, perkantoran, dan sekolah rusak.

Banjir melanda delapan kecamatan di Kabupaten Pasuruan dan tiga kecamatan di Kota Pasuruan. Kedelapan kecamatan di Kabupaten Pasuruan tersebut adalah Purwosari, Wonorejo, Kejayan, Rejoso Gondangwetan, Grati, Kraton, Bangil, dan Pasrepan. Sedangkan tiga kecamatan di Kota Pasuruan adalah Bugul Kidul, Purworejo, dan Gading.

Banjir di Kabupaten Pasuruan terjadi akibat meluapnya Kali Welang dan Rejoso. Adapun banjir yang terjadi di Kota Pasuruan akibat meluapnya Kali Gembong. "Hujan turun dengan deras dua hari berturut-turut. Sungai tak mampu menampung air dari arah Pegunungan Arjuno yang berada di selatan Kota Pasuruan," kata Wakil Bupati Pasuruan, Muzammil Syafi'i.

Kerusakan terparah terjadi di Kecamatan Bugul Kidul. Daerah pemukiman penduduk yang berada di daerah aliran sungai Gembong terendam air hingga dua meter. Bahkan di beberapa daerah yang lokasinya lebih rendah dari jalanan, air merendam hingga ketinggian tiga meter.

Air mulai menggenangi rumah-rumah penduduk di wilayah Kabupaten Pasuruan bagian selatan, seperti Purwosari, Wonorejo, Kejayan dan sekitar jam 18.00. Air kemudian masuk ke Kota Pasuruan jam 20.00 WIB. Untuk menghindari adanya korban, PLN mematikan arus listrik di wilayah Kota Pasuruan mulai jam 19.30. Aliran listrik mulai dihidupkan kembali di sejumlah wilayah di Kota Pasuruan pada pukul 10.30. Saat ini, di semua lokasi yang terendam banjir, air sudah surut.

   


Sampah ke Sungai
kebiasaan masyarakat menganggap sungai merupakan areal nista mandala yang umum disebut teba (halaman belakang rumah) mesti dibalik.

”Sungai seharusnya menjadi areal yang bersih dan asri sehingga pantas dijadikan halaman depan,”.
Kebiasaan menjadikan sungai sebagai teba membuat sungai ini kumuh dan menjadi tempat pembuangan sampah. “Kebiasaan membuang sampah ke sungai mesti ditinggalkan, karena menjadi salah satu penyebab utama terjadinya banjir,”.

Selama ini masyarakat beranggapan jumlah sampah yang dibuang ke sungai terbilang kecil sehingga akan hanyut. Namun, jika banyak yang melakukannya dipastikan jumlah sampah yang dihanyutkan semakin banyak. Saluran air akan makin sempit dan dangkal sehingga tersumbat sampah sedikit saja, air akan meluap.

Kesadaran warga membuang sampah sembarangan memang diakui masih mencolok. ”Sampah rumah tangga yang isinya plastik, limbah dapur kerap dibuang ke selokan. Ini kebanyakan dilakukan sementara kaum ibu rumah tangga,”.

Sikap warga semacam itu dinilai jelas ikut menyumbang menumpuknya sampah di selokan. Memang itu tidak terasa ketika musim kering. Namun, saat musim hujan datang otomatis aliran air sulit bergerak lancar menuju ke hilir. ”Airnya tersumbat sampah ,”.


Lubang Biopori Cara Mudah Atasi Banjir -  


Banjir seolah telah menjadi pemandangan rutin. Setiap kali hujan mengguyur, sejumlah lokasi dan pemukiman penduduk sudah bisa diprediksi akan muncul genangan-genangan air.

Hal tersebut tidak lepas dari semakin minimnya daerah resapan air akibat alih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Sebagian besar tanah telah tertutup oleh beton. Tidak ada lagi celah bagi air hujan diserap oleh tanah, sementara sungai yang menjadi satu-satunya tempat pembuangan air juga tidak mampu menampung air hujan.

Makin sempitnya permukaan resapan di wilayah perkotaan perlu ditanggulangi dengan memperluas permukaan peresapan vertikal ke dalam tanah. Salah satunya teknologi lubang resapan biopori (LRB) yang diperkenalkan Kamir R. Brata, Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Selain mudah dibuat, LRB merupakan teknologi tepat guna yang ongkos pembuatannya murah. Setiap orang mungkin bisa membuatnya. Pada dasarnya, lubang biopori merupakan lubang vertikal ke dalam tanah yang berfungsi meningkatkan laju peresapan air hujan. Pembuatan lubang resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan memperluas bidang permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang.

Lubang resapan biopori ini menurut Kamir jauh lebih efektif dan efisien daripada membangun sebuah sumur resapan karena diameter lubang yang kecil akan mengurangi beban resapan, sehingga, laju peresapan air dapat dipertahankan. Pembuatannya lubang resapan biopori cukup sederhana, murah dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Alatnyapun tergolong sederhana berupa bor hasil modifikasi Kamir R. Brata.

Lubang resapan biopori merupakan lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10-30 centimeter , dengan kedalaman sekitar 100 centimeter atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang tersebut kemudian diisi oleh sampah organik agar terbentuk biopori dari aktivitas organisme tanah dan akar tanaman. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah menyusut karena proses pelapukan.

Jumlah lubang resapan biopori juga tidak memakan lahan yang cukup luas menurut Kamir untuk daerah dengan intensitas hujan tinggi dan laju peresapan air sekitar 3 liter/menit maka setiap 100 meter persegi luas tanah, lubang biopori yang dibutuhkan sekitar 28 lubang. Jarak antarlubang perlu diperhatikan, minimal setiap lubang diberi jarak 30 cm. Agar lubang tidak rusak, bagian bibirnya diperkuat dengan semen.

Biaya pembuatan lubang resapan biopori ini juga relatif murah. Bor tanah untuk membuat lubang biopori hanya dibanderol Rp175.000 - Rp200.000. Biaya tersebut bisa berkurang bila 1 bor tanah dimiliki bersama oleh beberapa orang. Mau mencoba dengan alat kreasi sendiri? Silakan saja.

0 komentar:

Posting Komentar