Jumat, 17 April 2015

MENGURANGI RESIKO KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

 MENGURANGI RESIKO KEMATIAN IBU MELAHIRKAN





           Masalah kematian Ibu merupakan masalah internasional. Setiap Negara seharusnya memilki tanggungjawab untuk menanggulangi dan mencegah bertambahnya kematian ibu di masa kehamilan hingga persalinannya. Tentunya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah ini menjadi sangat penting di samping juga perhatian terhadap isu-isu reproduksi.
Kondisi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia kenyataan masih tinggi dibanding Negara tetangga seperti Malaysia dan singapura serta menunjukkan peningkatan. Berdasarkan SDKI tahun 1992 mencapai 390/100.000 kelahiran hidup, selanjutnya angka tersebut dapat ditekan terus sampai dengan 228 pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2012 mulai naik sampai dengan angka 359 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk mencapai angka yang ditargetkan oleh Millennium Development Goal (MDGs) menjadi 102/100.000 pada tahun 2015 memerlukan kerja keras dari seluruh komponen bangsa.
           Kematian ibu tentu akan berdampak kepada yang di tinggalkan terutama para ibu yang memilki anak balita. Anak balita memerlukan perlindungan, perawatan dan pengasuhan yang intensif untuk mencapai perkembangan maksimal si anak sehingga anak menjadi sehat dan cerdas, dan itu pada umunya ibu memilki peran yang begitu besar.
Banyak ahli menyetujui bahwa kecerdesan seseorang dipengaruhi oleh genetic, namun factor lingkungan juga ikut serta andil dalam memacu kecerdasan seseorang. Study yang dilakukan Hart dan Risley menyimpulkan bahwa: orang tua yang lebih sering berkomunikasi dengan anak skor IQ anak semakin tinggi**
         Anak dipandang dari sudut agama islam sebagai hiburan, perhiasan, sekaligus sebagai jalan untuk melanjutkan keturunan seseorang, dan Islam menyuruh manusia untuk mempunyai keturunan, sekaligus menegaskan agar keturunannya menjadi baik dan sholeh. Anak memiliki 10 hak yang harus dipenuhi al: hak untuk hidup, pendidikan, keamanan, perilaku adil, pengasuan sampai dengan perawatan (Abd. Al-rahim Umran). Tujuan ini akan sulit dicapai ketika anak di asuh oleh seorang diri ayah.

Rumusan masalah:
        Dari urain tersebut di atas dapat dikontruksi permasalahan sebagai berikut : Bagaimana upaya kita agar dapat menurunkan angka kematian ibu?
Pengertian:
          Yang dimaksud dengan kematian ibu kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll.

FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN IBU
          Pada dasarnya kematian ibu dapat disebabkan oleh 2 faktor, yakni penyebab langsung dan penyebab tidak langsung:
Penyebab langsung:
     Penyebab kematian ibu secara langsung sangat berkaitan dengan medis, berhubungan dengan komplikasi obstetric selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post partum). Berbagai hasil penelitian diketemukan bahwa penyebab kematian ibu terbanyak akibat dari pendarahan. Beberapa penyebab kematian ibu adalah Pendarahan, Eklamsia, Partus lama, Komplikasi aborsi, dan Infeksi.
Penyebab  tidak langsung:
    Factor penyebab tidak langsung kematian ibu diakibatkan oleh penyakit yang diderita oleh si ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstetric, tapi penyakit tersebut diperberat oleh efek fisiologik kehamilan. Beberapa penyebab kematian ibu tidak langsung adalah: yang pertama, status perempuan dalam keluarga. Perempuan pada status orang ke dua (konco wingking) biasanya tidak akan sanggup mengeluarkan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan timbulnya rasa sakit/kelainan yang ada di dalam diri sehubungan dengan kehamilannya, yang akan menyebabkan terhadap keterlambatan dalam penangan medis.
         Ke dua, keberadaan anak. Keberadaan anak yang satu dengan yang lain terlalu dekat akan menimbulkan perawatan/perhatian anak tidak maksimal, yang hal ini akan mengurangi perhatian terhadap diri seorang ibu dengan kehamilannya. Ke tiga,  social budaya. Social budaya yang memarginalkan perempuan akan mempersulit perempuan (ibu) dalam mengambil inisiatif untuk melakukan tindakan, yang akan berakibat pada keterlambatan penangan medis. Ke empat, pendidikan. Pendidikan yang rendah berdampak terhadap pengetahuan yang rendah terhadap hal ikhwal kehamilan dan persalinan. Ke lima, social ekonomi. Penghasilan yang rendah tentu akan berakibat pada banyak hal, seperti pemenuhan gizi ibu hamil, perawatan ibu hamil dan persalinan dll. Dan yang terakhir, geografis daerah. Letak klinik yang jauh dan sulit terjangkau akan berakibat terhadap keterlambat pertolongan pelayanan kesehatan ibu hamil/bersalin. (dr. Rosdiana Romli Spog)

UPAYA PENURUNAN KEMATIAN IBU:



   Sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6 persen.
Upaya ditempuh melalui MPS (Making Pregnancy Safer). Ada tiga pesan kunci dalam MPS yang perlu diperhatikan:
1.         Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih
2.    Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat (memadai).
3.                           Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Untuk menekan angka kematian ibu yang disebabkan secara langsung (medis), pemerintah berupaya untuk mendekatkan pelayanan ibu yang berkualitas kepada masyarakat. Adapun upaya yang telah dan sedang ditempuh adalah:
1.                       Penerapan kebijakan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa penyediaan fasilitas pertolonga persalinan pada polindes, poliklinik kesehatan desa, puskesmas pembantu serta meningkatkan kemitraan bidan dan dukun bayi.
2.    Pelatihan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan ketrampilan dan kualitas pelayanan kesehatan bekerjasama dengan LSM antara lain Organisasi Profesi IBI, PKBI, IDI P2KS, dan P2KP.

3.                                Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan obstetric yang berkualitas, sesuai standart dan kompetensinya, antara lain di Polikilinik Kesehatan Desa oleh Bidan, Puskesmas Pembantu, Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar) dan rumah sakit PONEK (Pelayanan Obstertrik Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.
4.    Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan melalui pelayanan keluarga berencana (KB) dan penanganan komplikasi keguguran serta memberikan pelayanan aborsi yang aman sesuai peraturan yang berlaku
Dari sisi si Ibu, maka upaya menghindari kematian ibu adalah dengan komitmen yang tinggi untuk dapat menghindari 4 terlalu, yakni:
  1. Terlalu Muda  melahirkan, yakni menghindari hamil/melahirkan dibawah usia 20 th.
  2. Terlalu Tua usia melahirkan, yakni menghindari hamil/melahirkan di atas usia 35 th.
  3. Terlalu Dekat            jarak kelahiran, yakni menghindari jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain di bawah 3 th.
  4. Terlalu Banyak melahirkan, yakni menghindari melahirkan lebih dari 3 anak.
Dan juga para ibu beserta keluarga dapat mengantisipasi jangan sampai terjadi 3 TERLAMBAT, yaitu :
  1. Terlambat mengambil keputusan untuk menentukan pilihan dimana tempat pelayanan persalinan akan dilakukan.
  2. Terlambat mengantar ke tempat persalinan.
  3. Terlambat mendapat penanganan persalinan.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menekan angka kematian ibu (AKI) perlu adanya upaya yang serius dari berbagai kalangan, baik dari pemerintah, tenaga medis dan masyarakat. Semua pihak agar dapat memahami berbagai penyebab kematian ibu. Berpedoman kepada 4 terlalu dan 3 terlambat akan sangat berarti dalam menghindari kematian ibu dalam melahirkan.

Cara Menekan Angka Kematian Ibu Melahirkan

Top of Form
Penyebab utama kematian ibu melahirkan adalah pendarahan dan hipertensi. Selain itu, terdapat pula kasus akibat penanganan yang tidak melibatkan tenaga medis.  Kelahiran hanya dengan paraji atau dukun beranak sangat berisiko. Sebagian besar menjadi pemicu lambatnya pertolongan kepada ibu melahirkan pada saat masa kritis.  Pemicu kerawanan saat melahirkan juga akibat hamil usia muda atau terlalu tua. Jarak kelahiran terlalu pendek dan kurangnya pemeriksaan kondisi kehamilan menjadi penyebab lainnya.
Bottom of Form
Persalinan wajib didampingi oleh petugas medis. Terkait dengan adanya dukun beranak, mereka bisa menjadi pendamping petugas bidan saat proses kelahiran dan pada saat pascakelahiran. Para dukun telah diberi pengetahuan tentang kebersihan dan standar penanganan kelahiran yang aman oleh pihak puskesmas sehingga dengan kata lain bahwa  ”Kelahiran tetap harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan.”

Penyebab Kematian Ibu dan Anak
Menurut WHO dan Kementerian Kesehatan ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian ibu dan bayi, antara lain: anemia, kurang gizi, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan), faktor budaya, ekonomi, pendidikan, dan kekerasan. Selain itu ibu yang menderita penyakit seperti malaria, hipertensi, tuberkulosis (TB) maupun HIV/AIDS dapat menyebabkan kematian ibu. Kemudian terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua (usia lebih dari 35 tahun), terlalu sering hamil (jarak antara kelahiran kurang dari 2 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlambat mengenali tanda bahaya dalam memutuskan dirujuk ke fasilitas kesehatan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan, Komplikasi selama kehamilan.
Masalah kesehatan ibu dan anak mempunyai ruang lingkup yang luas, baik dari konsekuensinya terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia maupun faktor penyebab. Tingginya angka kenmatian ibu dan anak menyebabkan rendahnya indeks pembangunan nasional Indonesia di bandingkan negara-negara tetangga Indonesia. Dari aspek penyebab, kematian ibu dan bayi kebanyakan sangat terkait dengan 4T dan 3L (terlalu dini hamil, terlalu tua hamil, terlalu sering hamil dan melahirkan, terlalu banyak anak, lambat memutuskan dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan, lambat dibawa ketempat pelayanan kesehatan, dan lambat memperoleh pelayanan kesehatan).
Program penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga diperlukan peran lintas sektor baik dari pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk memudahkan terlaksananya program ini.
Sejak dileburnya jaminan persalinan (jampersal) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS, dikhawatirkan ibu melahirkan kembali pada kebiasaan lama, yaitu melahirkan di dukun beranak.
Karena pada Jampersal semua ibu hamil yang akan melahirkan ditanggung bebas bayar melakukan persalinan oleh bidan. Namun, sejak adanya JKN yang dikelola BPJS, ibu hamil yang akan melahirkan harus mendaftarkan diri menjadi anggota BPJS.
Untuk kondisi khusus dalam persalinan yang artinya kondisi diluar normal. Misalnya, seorang ibu sebelum melahirkan dicek ke dokter akan mempunyai resiko tinggi saat melahirkan boleh menggunakan Surat Keterengan Miskin  (SKM).
Selain itu, untuk mencegah prilaku ibu hamil saat melahirkan lebih memilih ke dukun beranak, Puskesmas Gadingrejo juga melakukan kerjasama dengan dukun beranak dengan membangun komunikasi jika ada ibu hamil yang akan melahirkan sebaiknya menghubungi bidan setempat untuk melakukan pendampingan.
Bahkan Puskesmas Gadingrejo telah menyiapkan standar perslainan yang dilakukan bidan jika memang menemukan kasus diluar penanganan standar, misalnya ibu hamil harus melahirkan dengan operasi maka seorang bidan wajib memberikan rujukan.
Namun, sedapat mungkin pihak puskesmas mendorong persalinan normal untuk para ibu yang akan melahirkan, dan itu berhasil karena asuhan persalinan normal yang ditangani bidan sampai 60 persen.
Peningkatan kualitas bidan ini diiringi dengan peningkatan kualitas layanan oleh dokter dan puskesmas, agar semakin terkonsentrasi sejak adanya tuntutan program JKN oleh BPJS.
Mau tidak mau, adanya program ini puskesmas wajib melakukan peningkatan dan sebagai momentum tenaga pelayanan dalam hal ini layanan kesehatan semakin berkualitas meski selama ini upaya tersebut juga sudah dilakukan. Dengan adanya peningkatan layanan kesehatan dan kualitas SDM menunjukan bahwa puskesmas utamanya Puskesmas Gadingrejo mendukung penuh program BPJS.

Dikotaki sing apik nggih

JKN Mewujudkan Kesehatan Masyarakat Berkualitas


1. Apakah yang dimaksud dengan program JKN?
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah sebuah program Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial.

2. Apakah perbedaan JKN dengan BPJS ?
JKN : program
BPJS Kesehatan: Penyelenggara

3. Apakah Tujuan program JKN?
untuk menjamin kesehatan seluruh rakyat indonesia dengan membayar iuran dengan nominal tertentu (sesuai kemampuan..

4. Apakah Manfaat Program JKN?
JKN mempunyai manfaat yang komprehensif baik secara medis maupun non medis, yakni pelayanan yang diberikan bersifat paripurna mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Seluruh pelayanan tersebut tidak dipengaruhi oleh biaya iuran bagi peserta.

5. Mengapa Perlu JKN?
Saat ini di Indonesia terjadi Pergeseran trend penyakit, yaitu penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. dimana penyakit tidak menular membutuhkan biaya pengobatan yang mahal. (Jantung, DM, Hypertensi, Ginjal, Kanker, dll). Solusi untuk menghindari masalah tersebut diantaranya adalah:
a.         upaya pencegahan penyakit (preventif dan promotif) oleh para penyedia layanan kesehatan dan masyarakat itu sendiri.
b.         Mendaftarkan diri ke BPJS untuk menjadi peserta JKN (sebagai solusi pembiayaan dalam pencegahan dan pengobatan)

6.    Peran Fasilitas kesehatandalam pelaksanaan Program JKN?
a.  Health Promotion atau promosi kesehatan, baik secara langsung ataupun media perantara (cetak atau elektronik). Contoh: pelatihan bagi kader kesehatan, sosialisasi program kesehatan melalui poster, leaflet, radiospot, dll
b.  Health Prevention and Health protection atau pencegahan kesehatan dan perlindungan kesehatan. Contoh: kegiatan imunisasi pada bayi dan  anak sekolah, Pemberantasan Sarang Nyamuk, Pemeriksaan Jentik Berkala.
c.   Medical Curration (early diagnose and prompt treatment) atau Pengobatan (deteksi dini dan pengobatan cepat tepat).
d.  Disability Limitation atau pembatasan kecacatan yang sudah terlanjur menyerang atau menjangkiti
e.  Health Rehabilitation atau pemulihan kembali

7.    Peran Masyarakat  dalam pelaksanaan Program JKN?
proses pengobatan pada penyakit yang sudah terlanjur kronis, hasilnya belum tentu sesuai dengan yang diinginkan, artinya belum tentu dapat sembuh total , atau apabila sembuh akan memerlukan waktu yang tidak dapat dipastikan jangka waktunya.
Untuk itulah, masyarakat yang sudah menjadi peserta JKN harus tetap melaksanakan tindakan pencegahan terhadap dirinya sendiri dan keluarga,  Walaupun biaya kesehatannya sudah memiliki jaminan (pengobatannya gratis). Yaitu dengan berpola hidup sehat,  makan makanan bergizi dan seimbang, olah raga teratur, imunisasi, dll.

JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DI ERA JKN

1.       Apakah perbedaan JKN dengan Jamkesmas?
Peserta JKN dibagi menjadi 2, PBI dan non PBI (Mandiri). Pada era JKN, Jamkesmas otomatis menjadi peserta JKN yang disebut dengan PBI.

2.        Bagaimanna dengan program Jamkesda di era JKN?
Sampai dengan saat ini, kartu yang dimiliki oleh peserta Jamkesda masih berlaku. Mereka belum menjadi peserta JKN.

3.       Apakah peserta Jamkesda perlu mendaaftarkan diri untuk menjadi peserta JKN?
Tidak perlu, tetap manfaatkan kartu yang dimiliki , karena secara bertahap pemerintah akan mengintegrasikan peserta Jamkesda menjadi peserta JKN. Ditargetkan maksimal tahun 2016 (tergantung kemampuan daerah)

4.       Apakah Masyarakat umum yang tidak memiliki jamkesmas/jamkesda juga harus menjadi peserta JKN?
Ya, pada tahun 2019 seluruh masyarakat indonesia sudah terdaftar sebagai peserta JKN. Oleh karena itu,bagi masyarakat yang bekerja disektor non formal (tidak memiliki Jamsostek/Askes), dihimbau untuk mendaftarkan diri sebagai peserta, karena nanti pada akhirnya akan diwajibkan.

5.       Apa yang harus dilakukan jika ada masyarakat yang memiliki kartu ganda (Jamkesmas/Jamkesda)?
melaporkan diri ke dinas kesehatan, dan mengembalikan kartu Jamkesda ke dinkes. Jadi, yang digunakan adalah kartu Jamkesmas karena sudah terdaftar otomatis sebagai peserta JKN.

6.       Bagaimana dengan pelayanan kesehatan dengan menggunakan SPM (Surat Pernyataan Miskin)?
Sampai saat ini, masih berlaku. Namun, untuk kemudahan proses administrasi, mendaftarkan diri sebagai peserta JKN jauh lebih menguntungkan. Menghemat waktu dan biaya.



0 komentar:

Posting Komentar