Kamis, 24 Agustus 2017

HARAPAN AGAR ANAK TETAP JADI IDAMAN KELUARGA

Agar Anak Tetap Kreatif

Ada  3 ciri anak kreatif yang dominan :
1. Spontan
2. Rasa ingin tahu
3. Tertarik pada hal-hal yang baru
Dan ternyata ke 3 ciri-ciri tersebut terdapat pada diri anak. Berarti semua anak pada dasarnya adalah kreatiff, dan faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Sedangkan kewajiban orang tua sebenarnya bukanlah mencetak, tetapi lebih pada mempertahankan agar anak tetap kreatif sebagaimana aslinya. Apakah kita sebagai orang tua mampu untuk mempertahankan kreatifitas anak ? ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu kita untuk memahami sudah seberapa jauh kemampuan kita dalam hal ini :
a) Apakah kita menerima segala kelebihan dan kekurangan anak kita dan apakah kita mensugesti mereka bahwa mereka mampu atau sebaliknya ?
b)Apakah kita senantiasa menyadari bahwa setoap individu adalah unik dan setiap anak ada-lah otentik, tidak sama dan tidak akan dapat disamakan dengan anak lain ?
c)Apakah kita menyadari bahwa kreatifitas itu bersifat multi dimensional  dan setoap anak memiliki kimensi kreatifitasnya sendiri-sendiri ?
d) Sudahkah kita mencoba mencari dan menelusuri sendiri minat-minat dan bakat-bakat apa yang dimiliki oleh anak-anak kita satu persatu ?
e) Apakah kita telah memberikan dorongan dan cukup menghargai gagasan-gagasan anak kita, atau sebaliknya ?
f) Sudahkah kita memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap apa-apa yang tengah dikerjakan oleh anak-anak kita, misalnya dengan ikut melakukan aktifitas bersama anak ?
g)  Apakah kita senantiasa memper-kenalkan berbagai hal yang baru kepada anak-anak kita, atau justru sebaliknya (menyembunyikannya) ?
h) Apakah kita menghadapi anak-anak kita secara santau atau dengan penuh ketegangan ?
i) Sudahkan kita memberikan waktu, tempat, kemudahan dan bahan-bahan agar anak kita kreatif ?
j) Sudahkah kita memberikan anak-anak kita iklim dan pojok khusus untuk melakukan aktifitas mereka ?
k) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak kita atau kita lebih tertarik untuk memperhatikan prosesnya ?
l) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak dengan menggunakan perspektif kita atau dengan menggunakan perspektif anak ?
m)Apakah kita selama ini cukup terbuka terhadap gagasan dan kreasi anak yang tidak lumrah ?
n)Sudahkah kita memberi penguatan terhadap hasil kreasi anak atau justru melemahkannya ?

4 Kunci Mempertahankan Kreatifitas Anak

Membangun kepribadian anak dengan modal cinta

Dengan cinta maka orangtua dapat menerima anak apa adanya. Terlepas dari apakah orangtua melihat kelebihan anak ataukah tidak, terlepas dari apakah orangtua menyukai cacat (kelemahan) anak atau tidak. Tentu saja hal ini hanya mungkin bagi orangtua yang memiliki tanggungjawah. Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Karena setiap individu adalah unik. Kita dapat membentuk kepribadian anak kita, tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka. Seperti kita lihat sahabat Umar ra, Abu Bakar ra dan sebagainya, mereka tidak memiliki karakter yang sama meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang islami. Keunikan mereka  justru menjadian mereka ibarat bintang-bintang yang gemerlapan di langit, terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya bintang yang lain. Begitu pula halnya dengan kreatifitas, setoap sahabat adalah insan kreatif. Masing-masing mereka memiliki dimensi kreatifitas sendiri-sindiri. Salman Al-Farisi penggagas perang parit, Umar bin Khattab penggagas ketertiban lalu lintas, Abu Bakar Ash-Shiddiq penggagas tegaknya sistim ekonomi islam, Khalid bin Walid penggagas strategi perang moderen dan banyak lagi.
Tinggal yang menjadi masalah sekarang adalah, kita para orangtua kurang bersungguh-sungguh untuk menemukan bakat-bakat dan minat-minat yang dimiliki oöeh anak. Seolah-olah kita para orangtua lebih suka anak kita menjadi fotokopi orang lain, ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang utuh. Kalau anak-anak Amerika dengan shibghah (celupan) individualis liberalis dapat mengatakan : I want to be me ! Mengapa anak-anak kita, anak muslim tidak dapat mengatakan : Ana Abdullah ( Saya abdi Allah) ! Kalau kepribadian menentukan kreativitas, maka seorang muslim pada hakekatnya memiliki potensi kreatif lebih besar dibandingkan ummat-ummat lainnya. Karena kepribadian islam tiada tandingannya.

Menumbuhkan dan Mengem-bangkan Motivasi

Kepribadian yang kuat biasanyaa memiliki motivasi yang kuat pula. Tapi karena kreatifitas itu dimulai dari suatu gagasan yang interaktif, maka dorongan dari luar juga diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini para orangtua banyak berperan. Dengan komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargaai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan ini anak akan memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain komunikasi dialogis dan mengdengar aktif, untuk memotivasi anak agar lebih kreatif, sudah seharusnya kita memberikan perhatian serius kepada aktifitas yang tengah dilakukan oleh anak kita. Seperti misalnya melakukan aktifitas bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan shoum dan shalat bersama anak-anak kita, mengapa untuk aktifitas yang lain kita tidak dapat melakukannya ? Bukanlah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama ketimbang  harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru ? Dengan demikian sesungguhnya seorang muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua muslim senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Suatu hal yang perlu dicatat dalam memotivasi anak agar kreatif, lakukanlah serekreatif mungkin dan hindarilah kesan-kesan rekonstruktif.

Mensistimatisir Proses Pembentukan Anak Kreatif

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam pembentukan anak kreatif adalah :
Pertama : Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai.
Mengenai waktu dapat berkisar antara 5- 30 menit setiap hari, sangat tergantung pada bentuk kreatifitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu pula halnya dengan tempat, ada yang  memerlukan tempat yang khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu canggih, tergantung sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus selalu baru, lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.
Kedua : Mengatur selang seling kegiatan. Kegiatan diatur sedemikian rupa agar dalam melakukan aktifitas tersebut anak-anak terkadang melakukan aktivitas secara individual, tetapi adakalanya juga melakukan aktifitas secara kelompok. Terkadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif, terkadang juga secara kooperatif.
Ketiga : Menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktifitas
Kita dapat menyediakan satu sudut di rumah untuk menghamparkan sajadah dan kemudian shalat diatasnya. Mengapa kita tidak dapat menyediakan sudut khusus untuk kreatifitas anak-anak kita ?
Keempat : Memelihara iklim kreatifitas agar tetap terpelihara
Caranya dengan mengoptimalkan point-point yang telah disebutkan pada kunci no 2 untuk mempertahankan kreatifitas anak.

Mengevaluasi Hasil Kreativitas

Selama ini kita sering terjebak untuk menilai kreatifitas melalui hasil atau produk kreatifita. Padahal sesunggunya proses itu lebih penting ketimbang hasilnya. Pentingnya penilaian kita terhadap proses kreatifitas, bukan berarti kita tidak boleh menilai hasil kreatifitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan, hanya saja ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreatifitas tersebut dengan menggunakan perspektif anak dan bukan menggunakan perspektif kita sebagai orang tua. Kalau kita mendapati seorang anak berusia 3 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan angka dari 1 sampai 10 apakah kita akan mengatakan, “Ah, kalau cuma kaya’ begitu saya bisa !” Tentu saja satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam mengevaluasi prosos dan hasil kreatifitas adalah “Open Mind” atau dengan “Pikiran yang terbuka”. Apalagi anak seringkali mengemukakan gagasannya atau menelurkan suatu hasil kreatifitas yang tidak lazim. Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan dan juga penguatan. Dan begitu juga sebaliknya, jauhi celaan dan hukuman ... agar anak kita tetap kreatif.
Tulisan diangkat dari Ummi 8/VI/ 1994
Oleh Asma Karimah

Perilaku Hiperaktiv Pada Anak

Imad (5 tahun) tidak disukai teman-temannya. Orang tua sering menjadi khawatir jika Imad mendekati anak-anaknya. Mereka yang mengamati tingkah-laku Imad sering menyatakan bahwa ia hiperaktif. Apakah sebenarnya perilaku hiperaktif ? Bagaimana cara mengatasinya ?

Hiperaktif

Hiperaktif adalah suatu pola perilaku seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri). Anak yang hiperaktif cenderung untuk selalu bergerak, bahkan dalam situasi yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak bisa berkonsentrasi dalam waktu beberapa menit saja. Sebentar-sebentar mereka bergerak untuk pindah dari permainan yang satu ke permainan yang lain. Hal ini disebabkan karena mereka merasa tidak puas dengan kegiatan yang dilakukannya.
Menurut Dr. Erik Taylor, perbedaan jenis kelamin dapat menentukan peluang seorang anak untuk berperilaku hiperaktif. Anak laki-laki mempunyi kemungkinan 3 sampai 4 kali lebih besar untuk menjadi hiperaktif dibanding anak perempuan. Karena masalah yang biasanya menyertei hiperaktivitas (misal sifat agresif) pada anak perempuan tidak begitu berkembang.

Anak Anda Hiperaktif ?

Seringkali orang tua terlalu dini untuk menilai anaknya hiperaktif. Vonis ini dijatuhkan begitu melihat keaktifan anaknya yang melebihi anak lain. Padahal belum tentu demikian.
Dr. Erik Taylor membagi perilaku aktif yang berlebihan menjadi 3, yaitu :
1) Overaktivitas, yaitu perilaku anak yang tidak mau diam yang disebabkan kelebihan energi. Hal ini menandakan bahwa anak tersebut sehat, cerdas dan penuh semangat. Tapi overaktifitas sesaat bisa terjadi pada anak yang keaktifannya normal.
2) Hiperaktivitas, yaitu pola perilaku overaktif yang cenderung ngawur (tidak pada tempatnya).
3) Sindrom hiperkinetik, yaitu semua bentuk hiperaktifitas parah, yang menyertai jenis kelambatan lain dalam perkembangan psikologi, misalnya sikap kikuk dan kesulitan bicara. Anak yang berperilaku sangat aktif pada usia 2-3 tahun belum bisa dikatagorikan hiperaktif, karena rentang aktivitas yang dianggap normal masih besar. Baru setelah anak berusia 3 tahun keatas, aktivitas tidak terarahnya akan menurun drastis. Sebab itu, telebih dahulu perhatikanlah dengan seksama, apakah overaktivitas anak hanya karena ia tidak mampu memusatkan perhatiannya terhadap sesuatu lebih dari beberapa menit saja, ataukah ia tidak mampu mengendalikan diri dalam situasi yang menuntutnya untuk bersikap tenang.

Penyebab Hiperaktif

Beberapa hal yang dapat menyebabkan perilaku hiperaktif ialah :
1) Kondisi saat hamil & persalinan. Misalnya keracunan pada akhir kehamilan (ditandai dengan tingginya tekanan darah, pembengkakan kaki & ekskresi protein melalui urin), cedera pada otak akibat komplikasi persalinan.
2) Cedera otak sesudah lahir,yang disebabkan oleh benturan kuat pada kepala anak.
3) Tingkat keracunan timbal yang parah dapat mengakibatkan kerusakan otak.Hal ini ditandai dengan kesulitan konsentrasi, belajar dan perilaku hiperaktif. Polusi timbal berasal dari industri peleburan baterai, mobil bekas, asap kendaraan atau cat rumah yang tua. Obat untuk mengeluarkan timbal dari dalam tubuh hanya diberikan dibawah pengawasan dokter bagi anak kadar timbalnya sudah sangat tinggi, karena obat tersebut mempunyai efek samping.
4) Lemah pendengaran, yang disebabkan infeksi telinga sehingga anak tidak dapat mereproduksi bunyi yang didengarnya. Akibatnya, tingkah laku menjadi tidak terkendali & perkembangan bahasanya yang lamban. Segeralah hubungi dokter THT jika anak menunjukkan ciri berikut : perkembangan bahasa yang lambat, lebih banyak memperhatikan mimik lawan bicara & lebih banyak berreaksi terhadap perubahan mimik & isyarat.
5) Faktor psikis, yang lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan anak dengan dunia luar. Meskipun jarang, hubungan dengan anggota keluarga dapat pula menjadi penyebab hiperaktivitas. Contoh kasus, orang tua yang bersikap sangat tegas menyuruh anak berdiri 15 menit di pojok ruangan untuk mengatasi ketidakdisiplinannya. Tapi setelah 15 menit berlalu, maka anak malah mempunyai energi berlebih yang siap meledak dengan akibat lebih negativ dibanding kesalahan sebelumnya.

Mengatasi Hiperaktivitas

Hal utama dalam mengatasi hiperaktivitas anak adalah hubungan yang baik antara orang tua & anak. Berikut ini beberapa kaidah bagi orang tua dalam berinteraksi dengan anak :

1) Mengidentifikasi segi positif.

Tidak ada anak yang benar-benar berantakan tanpa mempunyai segi positif, sekalipun ia tergolong anak yang hiperaktif. Satu hal yang salah & sering terjadi, bahwa orang tua mengukur segi positif anak dengan saudara sekandung atau teman sebayanya.
Perlu disadari bahwa setiap anak mempunyai perkembangan yang berbeda meskipun saudara sekandung. Beberapa peraturan bagi anak dapat dibuat dengan memenuhi syarat berikut : jelas & tidak abstrak, sesuai syar’i, diawali dengan peraturan mudah dalam waktu yang pendek, tidak dengan marah ketika menerangkannya pada anak, sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan tidak terlalu banyak.

2) Memberi hadiah

Misalnya jika anak berhasil, yang bersifat : langsung diberikan, menyenang-kan hati anak tanpa keluar dari batas syar’i, konsisten yang berarti diberikan bagi anak yang benar-benar berhasil dan bukan karena rengekan, disampaikan dengan hangat & dibarengai dengan pujian.

3) Sekali waktu mengajak anak menyalurkan energinya di tempat yang lebih luas,

misalnya di taman. Jika orang tua merasa butuh pertolongan, anak bisa dibawa ke klinik spesialis terpadu. Disana anak akan dibantu oleh beberapa ahlinya dalam ilmu penyakit jiwa anak, ilmu jiwa klinik, ilmu jiwa pendidikan, dokter anak & psikoterapis. Bagaimanapun, anak adalah amanah Allah. Tugas orang tua adalah bagaimana memaksimalkan diri dalam membawa mereka menjadi hamba Allah yang shalih. Dan Allah-lah yang akan menentukan hasilnya. 

( ADI, 24 AGUSTUS 2017 )


0 komentar:

Posting Komentar